Aku, tanpamu (cerpen)
“Kalo
kita sudah lulus kuliah, aku akan melamarmu, dan kita akan menikah setelah
bekerja” Kata-katanya membuat lamunanku buyar seketika. “Apa? Apa kamu serius?”
Tanyaku setengah sadar. Dengan sigap dia menjawab “tentu saja, sayang, aku
sudah membayangkan kita akan berjalan di red
carpet di acara pernikahan kita nanti, dan aku akan menggenggam tanganmu dengan erat saat itu” katanya penuh semangat. Aku berpikir sejenak, membayangkan jika hal
itu benar-benar terjadi. “Ah kamu ini, baiklah, aku tunggu janji kamu” kataku sambil
tersipu. Lalu kami pun berpisah satu sama lain. Aku hanya bisa tersenyum di
sepanjang perjalanan.
Matthew,
adalah orang yang sudah mengisi hatiku selama satu setengah tahun terakhir,
sikapnya yang humoris telah berhasil meluruhkan hatiku. Dia memang bukan pria
yang sempurna, tetapi dia selalu ada disaat aku membutuhkannya. Terkadang dia
suka berkhayal tentang masa depan kami. Ya, masa depan kami, dan lucunya, aku
bahkan tidak pernah sama sekali memikirkan tentang hal itu, yang ada di
pikiranku hanyalah belajar, prestasi, belajar, prestasi. Aku merasa sudah
terlalu panjang perjalananku hingga aku bisa sampai di puncak prestasiku saat
ini. Dibalik kesuksesanku, selalu ada Matthew yang memberiku semangat, dan
tentunya dia sangat bangga bisa memilikki aku.
***
Hari-hari
terus berlalu, hingga tak kusangka sudah dua tahun perjalanan cinta antara
Matthew denganku. Setiap hari, perasaan cinta kami semakin dalam dan kami
merasa bahwa kami memang sudah ditakdirkan untuk berjodoh. Orang bilang, kami
adalah pasangan yang serasi, selalu akur, dan selalu kompak. Kami selalu
optimis terhadap hubungan kami kedepannya. Matthew sangat setia dan
menyayangiku, begitu juga sebaliknya. Rasanya yang ku inginkan hanyalah dia.
“Oh Tuhan, tolong jodohkan aku hanya dengan dia” Teriakku dengan penuh harapan.
“Angeeelll,
kangen” kata Matthew dengan gaya cemberutnya yang khas. Langsung saja ku cubit
pipinya sambil berkata, “ ngga ketemu tiga hari aja udah kangen ya?” Lalu dia
menjawab sambil mencubit pipiku, “ ya iyalah, aku kesepian lho ngga ada kamu” ,
“ ah masa sih?” tanyaku menggoda. “Masak aku bohong sama kamu, kamu lama amat
di Bandungnya, ngga kangen aku ya? Jawab Matthew dengan panjang lebar. “Jelas
aku kangen lah sama kamu” Jawabku singkat, tapi dengan tatapan yang begitu
mendalam. “Aku sayang kamu” kataku singkat. “Aku juga sangat menyayangimu,
malaikatku” Jawab Matthew.
Seperti
biasa, di sore hari Matthew main kerumahku untuk mengerjakan PR bersama,
belajar bersama, ataupun sekedar mengobrol. Waktu terasa sangat cepat bila aku
bersama dengannya. Banyak sekali hal-hal yang kami obrolkan, dari hari-hari
sebelum kami jadian, hari-hari setelah kami jadian, dan pengalaman-pengalaman
tak terlupakan antara aku dan Matthew. “Yah, udah jam delapan, aku pamit pulang
dulu ya, Ngel” Kata Matthew singkat. “Oke, sayang, hati-hati dijalan ya, kalau
sudah sampai rumah jangan lupa bbm aku” Jawabku sambil tersenyum manis. “Titip
salam ya buat mama mertuaku” Kata Matthew dengan senyum genitnya yang khas. Aku
pun hanya bisa tersenyum malu.
Terkadang,
aku merasa hubungan kami ini sangat lucu, kami yang belum lulus SMA saja sudah
membayangkan hal-hal seperti pernikahan. Hampir setiap hari Matthew selalu
membahas hal ini. Apakah dia benar-benar serius? Aku tak tahu, tapi aku sangat
yakin kalau Matthew pasti serius dan akan menepati janjinya. Ya, semoga saja
begitu.
Sering
juga aku menceritakan hal ini ke mama, dan pasti mama hanya bisa tersenyum sambil
berkata, “perjalanan hidup kamu masih panjang, Angel. Kalau memang Matthew
jodohmu, kemanapun dia pergi, dia akan tetap kembali padamu. Kalau Matthew
bukan jodohmu, percayalah, Tuhan pasti akan memberikan jodoh yang terbaik buat
kamu” Kata-kata mama benar juga, tapi nggak ada salahnya kan kalau aku berharap
jodohku adalah Matthew? Yang aku inginkan hanya Matthew, Matthew, dan Matthew
saja.
***
“Sayang, semalam aku mimpi kita berantem terus putus”
kata Matthew sambil cemberut. “Oh ya? Itu kan hanya mimpi, ngga akan terjadi
kan?” tanyaku pelan. “Tidak akan, sayangku” kata Matthew sambil memegang erat
tanganku. Entah mengapa, hari itu terasa lama. Matthew sibuk dengan gamenya, sedangkan aku hanya bisa
menunggunya. Satu jam, dua jam. “Lama sekali sih Matthew” teriakku dalam hati.
Hal yang sering membuat kami berantem adalah game, lucu memang, tapi aku tidak terlalu suka jika Matthew sering
bermain game.
Akhir-akhir ini Matthew banyak berubah. Aku bisa
merasakannya. Dia tidak seperti biasanya lagi. Mungkin karena kami sering
berantem akhir-akhir ini. Dia selalu berkata kalau aku ini tidak pengertian,
dan aku tidak sabaran. Padahal aku menunggu dia sampai dua jam lebih. Jadi,
apakah aku masih kurang sabar selama ini? Akhirnya, aku memutuskan untuk
merebahkan badanku di kasur empukku. Tak lama, Raisa meneleponku, “Angel, kamu kenapa? Kok dari
kemaren badmood mulu sih? Lagi
berantem ya sama Matthew?” tanya Raisa tanpa henti. Aku hanya tertawa dan
berkata, “iyalah, biasa berantem tentang game” Raisa tampak tertawa juga dari
sebrang sana.
***
Entah mengapa,
kami jadi lebih sering berantem. Aku juga merasa kalau Matthew benar-benar
berubah. Aku selalu menghujaninya dengan perhatian dan kasih sayang, tapi dia
tidak terlihat seperti Matthew yang dulu, Matthew yang sangat menyayangiku.
Terkadang aku berpikir, “apakah dia sedang dekat dengan perempuan lain” pikiran
itu langsung ku sangkal, Matthew tidak mungkin melakukan hal itu. Dia hanya
menyayangi aku, aku dan aku. Mungkin saat ini Matthew hanya sedang butuh waktu
untuk sendiri.
Hari ulangtahunku tiba, hari itu aku dijemput Matthew,
tapi aku tidak tahu Matthew akan mengajakku jalan kemana hari itu, aku hanya
berharap kalau selama ini Matthew hanya ngerjain aku. “Selamat ulangtahun,
Angel” ucapnya singkat. “Terimakasih, sayang, apa doamu untuk aku, terlebih
lagi untuk kita?” jawabku singkat. “Ya, semoga kita langgeng” jawab Matthew
singkat. “Amin” jawabku tak kalah singkat juga. Hari itu dia mengajakku ke
rumahnya, dia memberiku boneka yang sudah aku idam-idamkan sejak lama. Akan
tetapi, di hari ulangtahunku itu juga, aku mendapat firasat buruk.
Setelah memberiku hadiah, Matthew langsung menyalakan
laptopnya dan mulai bermain game,
akhirnya aku hanya berbincang-bincang dengan tante Linda, mama Matthew. Tak
lama kemudian, aku dan tante Linda mendengar suara perempuan yang berasal dari
laptop Matthew. Kami berdua sama-sama kaget. Aku pun langsung menghampiri
Matthew dan bertanya, “suara siapa itu?” , “oh yang barusan? Namanya Krissan”
jawab Matthew singkat, ia melanjutkan permainannya sedangkan aku hanya bisa
terdiam, inikah firasat buruk yang tadi aku rasakan? Atau hanyalah kebetulan
semata?
Melihatku terdiam, Matthew mengajakku ngobrol, lalu dia
berkata, “Krissan itu habis putus sama Alex temen sekelas kita, mereka berdua
sama-sama gamers, dan aku berusaha
untuk menghibur dia” aku pun masih berdiam seribu bahasa, lalu aku pun
bertanya, “apakah menghibur Krissan itu adalah kewajibanmu?” kini Matthew yang
terdiam, dia tampak berpikir keras. Lalu Matthew menjawab pertanyaanku, “memang
bukan kewajibanku, tapi aku hanya merasa kasihan” aku hanya bisa menghela nafas
sambil berkata, “okelah, tapi janji ya jangan aneh-aneh, kan selama ini kamu
belum pernah ngegame sama cewek” ,
Matthew menggenggam tanganku dan berkata, “Ya, aku janji”
***
Satu bulan kemudian,
“Akhir-akhir ini kok kamu sering banget sih mbahas
tentang Krissan, aku jadi bete ah” kataku sambil cemberut. “Kamu tuh kenapa
sih? Ngga usah cemburu deh, kayak anak kecil aja” , “gimana ngga cemburu, orang
kamu selalu main sama dia, chatting
sama dia, emangnya nggak ada laki-laki lain apa, yang bisa ngehibur dia?”
tanyaku panjang lebar. Matthew terdiam, tampaknya ia sedang berpikir keras. Aku
yang sudah muak langsung meninggalkan Matthew yang masih terdiam di kursi
restoran yang kami kunjungi.
Aku kira Matthew akan mengejarku, ternyata tidak, hingga
akhirnya kuputuskan untuk memanggil taksi dan pulang kerumah dengan perasaan
campur aduk. Aku merasa sangat cemburu, tetapi aku juga nggak tega sama
Krissan. Tapi kenapa harus Matthewku yang dia jadikan tempat untuk curhat?
Tiba-tiba handphoneku berbunyi,
telepon dari Matthew rupanya. Karena kesal, aku reject dan aku memutuskan untuk menonaktifkan handphoneku. Perjalanan pulang terasa amat lama.
Setelah sampai di rumah, aku mengaktifkan handphoneku lagi dan benar, banyak chat masuk dari Matthew. Dia minta maaf
karena sudah mengecewakan aku, sudah membuat aku cemburu dan merasa tidak
nyaman, dia juga bilang kalau dia tidak pantas untuk aku, dan satu chat lagi yang membuatku lemas, dia
bilang kalau aku boleh mutusin dia kalau aku nggak percaya lagi sama dia. Aku nggak
pernah berpikir kalau Matthew akan mengatakan hal bodoh ini. Badanku terasa
lemas, air mataku menetes. Ku diamkan saja chat
dari Matthew, dia juga tidak mengirimiku pesan lagi. Aku tak tahu dia sedang
apa sekarang, tapi perasaanku begitu hancur.
***
Hari-hariku lumayan terasa sepi sekarang, Matthew jarang
memberi kabar. Aku lelah dengan semua ini. Aku tak tahu apakah Matthew sengaja melakukan
hal ini supaya aku minta putus saja. Kegalauan merundungku terus. Tiba-tiba
Matthew muncul dihadapanku dan langsung
aku berkata “Matthew, kau tega sekali, aku masih sangat menyayangimu, tapi aku
sudah lelah bersamamu, jadi aku harus gimana?” tak terasa air mataku sudah
membanjiri pipiku yang chubby ini.
“Putusin aja aku, cari yang lain” jawab Matthew dengan nada bicara yang dingin,
dia tidak menatap ke arahku. Dengan suara terbata-bata, aku berkata “baiklah,
kalau itu yang kamu mau, kita putus, aku udah capek sama kamu, kamu berubah”
Aku berlari sekencang-kencangnya, aku menangis
sesenggukan, sungguh sakit sekali rasanya. Rasanya dadaku teramat sesak hingga
aku tak bisa bernafas. Ku kuatkan diriku, tetapi tetap saja susah. Hati dan
otakku masih belum bisa menerima apa yang barusan terjadi. Tidak terasa, aku
sudah sampai didepan rumahku, dan aku baru sadar kalau daritadi aku berjalan
kaki sambil menangis. Kurebahkan badanku di kasurku, lalu aku mulai mengingat
kenangan-kenangan kami, janji-janji yang pernah kami buat. Oh, betapa banyaknya
kenangan kami.
***
“Angel, are you
okay?” tanya Raisa dengan muka sedihnya yang khas. “I’m fine” jawabku singkat sambil memaksakan untuk tersenyum. “Kamu
harus curhat sama aku” kata Raisa singkat, lalu tangannya menarik tanganku, dan
akhirnya kami mengobrol di teras rumahku. Langsung saja Raisa berkata, “firasatku
emang udah enggak enak sejak denger nama Krissan, kamu nggak tau ya kalau
Krissan itu genit? Dia itu genit tau, dan jujur aja, aku denger dari Jojo kalau
ada yang aneh sama Matthew dan Krissan. Jojo kan temen main mereka juga. Tapi
Matthew selalu bilang kalau dia punya kamu, walaupun Krissan terus-terusan
menggoda Matthew” aku menghela nafas panjang, rasanya sedikit lega karena
Matthew masih mengingat aku saat itu.
Karena
penasaran, aku bertanya lagi pada Raisa, “terus kenapa Matthew tega ya sama
aku?” tanpa pikir panjang Raisa menjawabku, “itu karena kamu yang kurang
dewasa, Ngel. Kamu terlalu gampang bilang putus” aku kaget mendengar jawaban
Raisa. “Matthew itu terpaksa nanggepin Krissan, karena Krissan juga mau ke luar
negeri untuk berobat, tapi sebatas di game
kok, nggak lebih. Dia itu sayang banget sama kamu, cuma karena dia stress mikirin Krissan, dia jadi agak
jutek ya sama kamu dan dia juga jadi emosian karena kamu cemburu. Tapi
percayalah, kamu selalu ada dihati Matthew” kata-kata Raisa cukup melemaskan
kaki dan tanganku.
Aku
tak percaya, perasaan Matthew padaku ternyata sebegitu besarnya. Sedangkan aku?
Aku terlalu mudah untuk lelah. Air mataku mengalir kembali, kini perasaan
menyesal yang muncul dihatiku. Aku mencoba menelepon Matthew, tapi tidak ada
jawaban, mungkin dia kecewa terhadapku. Aku coba lagi dan lagi, tak lama
terdengar suara dari sebrang sana. Tanpa menyapa dulu, aku langsung menangis
dan berkata, “Matthew, maafin aku, aku nggak seharusnya begini. Apakah kamu mau
balikan sama aku?” Terdengar suara hembusan nafas Matthew, dan dia berkata, “Aku
sudah maafin kamu kok. Aku masih sangat menyayangi dan mencintaimu, Angel, tapi
aku nggak bisa balikan sama kamu. Rasanya akan berbeda kalau sudah begini,
ingatlah, kalau kita jodoh, kita pasti akan kembali kok. Untuk saat ini,
biarkan aku fokus belajar”
Aku
hanya bisa berdiam mendengar jawaban Matthew. Aku ini sungguh-sungguh manusia
terbodoh di dunia. Andai saja waktu bisa ku putar, pasti akan ku putar. Hingga
akhirnya aku menjawab, “Oke, Matthew, aku hargain keputusanmu. Terimakasih ya
buat semuanya” air mataku menetes lagi dan Matthew langsung menjawab,
“Terimakasih juga buat semuanya, malaikat cantikku, maaf untuk saat ini aku
lagi nggak pengen pacaran. Aku butuh waktu untuk sendiri, jaga diri kamu
baik-baik ya. Jadikan hal ini sebagai pelajaran didalam perjalanan hidupmu”
kata Matthew seperti ingin menangis. “Pasti, kamu juga ya, jaga dirimu
baik-baik” jawabku singkat lalu menutup telepon.
Ada
sedikit perasaan lega dihatiku karena Matthew sudah memaafkanku, tapi tetap
saja hatiku terasa hancur berkeping-keping karena aku sudah menyakiti Matthew
sehingga dia jadi begitu. “Aku yakin, Matthew pasti benar-benar sudah
memaafkanku” kataku dalam hati. Benar kata Raisa, aku nggak dewasa dalam
mengambil keputusan. Aku berusaha memaafkan diriku sendiri dan berusaha untuk
bangkit dari masalahku ini. Mulai saat itu, aku berkomitmen untuk menjadi seorang
wanita yang berpikiran dewasa, supaya aku tidak salah langkah lagi.
***
Hari-hari berlalu, bulan-bulan berlalu, kenangan Matthew
masih terekam jelas di memori otakku. Tapi sekarang berbeda, aku sudah tidak
merasa menyesal atau bersedih lagi. Tapi entah bagaimana dengan Matthew, aku
tak tahu. Tiba-tiba, terlintas dipikiranku, wajah Matthew ketika sedang
membicarakan tentang pernikahan. Ah, aku hanya bisa tersenyum mengingatnya. Aku
sungguh merindukannya, rindu saat-saat bersamanya.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, apa
yang akan terjadi di hidupku, dan apa yang akan terjadi di hidup Matthew kelak.
Aku masih berharap bisa berjodoh dengan Matthew. Jikalau tidak, akau juga akan
menerimanya. Siapapun orangnya, Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Saat ini,
aku melanjutkan perjalanan hidupku sendiri, tanpa kehadiran Matthew.
Tanpa Matthew, hidup akan terus berjalan. Ada Matthew,
hidup juga akan terus berjalan. Tanpa atau ada Matthew, hidup akan terus
berjalan bukan? Aku berjanji pada diriku sendiri untuk terus bersemangat dalam
menjalani kehidupan ini. Terimakasih Matthew, sudah memberiku banyak pelajaran
dalam hidupku. Aku berdoa yang terbaik untukmu.Tanpamu, aku harus kuat,
tanpamu, aku harus bisa meneruskan perjalanan hidupku sendiri. Kelak, aku akan
mendapatkan seorang pendamping hidup yang akan menemaniku di sepanjang
perjalanan hidupku nanti, tentunya kamu juga. Terimakasih, Matthew.
Seperti pengalaman pribadi si penulis..
BalasHapusEnggak Jane wkwk, itu cuma fiksi :p
BalasHapus